Review Film CRITICAL ELEVEN
Ale dan Anya bertemu tak sengaja dalam pesawat menuju Sidney. Dari sinilah keduanya mulai menjalin hubungan. Ale yang bekerja di perminyakan mengatur waktunya untuk mempersiapkan diri menikahi Anya, seorang wanita karir yang sering bepergian ke luar kota.
Romansa manis ala anak muda berpacaran mulai memasuki babak serius ketika mereka menikah dan Anya memutuskan mengikuti Ale tinggal di New York. Sebagai pasangan baru, mereka pun menantikan hadirnya buah hati. Mereka menciptakan sosok yang ditunggu-tunggu bernama Aidan.
Drama tentang bagaimana tinggal di sebuah kota asing, hidup sebagai pasangan muda, pekerjaan yang memisahkan mereka, hadirnya calon buah hati, dan keputusan-keputusan penting disajikan. Keluarga dan rekan kerja pun terlibat dalam titik-titik kritis mereka dalam awal membangun rumah tangga.
ARTI CRITICAL ELEVEN ITU SENDIRI ADALAH
Dalam dunia penerbangan, sebagai dikutip dari sinopsis resmi Critical Eleven di wikipedia.org, dikenal istilah Critical Eleven. Inilah 11 menit menegangkan di mana awak pesawat mencurahkan perhatian karena biasanya kecelakaan penerbangan terjadi pada menit-menit ini.
Waktu itu dibagi dengan 3 menit sewaktu lepas landas dan 8 menit ketika akan mendarat. Bila membaurkan makna Critical Eleven ini dalam film romansa Critical Eleven ini, tentu artinya jauh lebih dalam bagi Anya dan Ale. Makna Critical Eleven pun disajikan kembali dalam bagian akhir film.
DUET REZA RAHARDIAN DAN ADINIA WIRASTI
Reza Rahardian telah dikenal sebagai sosok Habibie atau bos atau tokoh-tokoh populer film Indonesia. Adinia Wirasti telah dikenal sebagai sosok Carmen yang muncul di Ada Apa dengan Cinta.
Mereka disatukan dalam film ini. Tetapi ingat, ini bukan film pertama mereka bersama. Sebelumnya ada Jakarta Maghrib (2011) dan Kapan Kawin (2015). Duet ini dinilai beberapa penonton berhasil menghidupkan imajinasi tentang Ale dan Anya dari novel berjudul sama.
APA KATA SANG PENULIS, IKKA NATASHA
Raditya Dika mengunggah video perkenalan film Critical Eleven pada 11 Mei 2017. Dengan sesi wawancara jarak jauh kepada Ikka Natasha, penonton mengetahui bahwa ekspektasi Ikka Natasha pada novel kesayangannya terpuaskan, bahkan berlebih.
Dikatakan bahwa Ikka Natasha telah banyak menonton film ini dari prosesnya yang masih utuh mentah (durasi 3,5 jam) hingga versi sekarang yang hadir di bioskop.
NEW YORK DAN JAKARTA
Menjadi dua latar kota Critical Eleven, kehidupan moderen keduanya mengisi hidup rumah tangga Ale dan Anya. Bisa jadi sedikit banyak gaya hidup perkotaan ini telah mempengaruhi kehidupan mula-mula pernikahan Ale dan Anya.
Pekerjaan adalah kebutuhan bagi wanita kota dan waktu hingga larut malam dihabiskan oleh masyarakat kota untuk bekerja. Hidup di kota besar membuat mereka bebas berjalan-jalan bersama menikmati sudut kota tanpa adat-adat yang mengekang.
Di New York, pemandangan Times Square dan Brooklyn Bridge menghiasi manisnya pernikahan mereka. Sementara, latar-latar lain yang khas New York seperti adegan taksi dan menonton pertandingan football juga tak luput mengisi drama mereka.
Jujur, anda tak akan menyesal membayar tiket menonton film ini. Lihatlah nama sutradara, kang Monty Tiwa, yang ahli dalam menyajikan film drama keluarga. Terlebih ada sang penulis yang hadir sebagai penulis skenario di film adaptasi novelnya.
Penonton dengan mudah dibawa pada romansa ala anak muda Ale Anya dengan latar wah New York dan musik pengiring ala-ala Barat. Namun selebihnya, pelajaran yang bagus buat penonton yang ingin tahu tentang kehidupan awal pernikahan.
Widyawati sebagai ibu Ale dan Slamet Rahardjo sebagai ayah Ale bukanlah pajangan dalam film yang berbahagia semata ketika anaknya menikah. Begitu juga dengan Agnes, Donny, dan Tara sebagai sahabat di kantor tempat Anya bekerja yang tak sebatas sahabat dalam ranah pekerjaan.
Semuanya bukan ditampilkan asal cuplik karena mengingat kehidupan percintaan mereka adalah kehidupan percintaan orang dewasa. Banyak twist yang dimunculkan dalam film ini, jadi jangan tertipu dengan cuplikan filmnya :) dan jangan terbawa drama ala sinetron.
Resensi ini ditulis sebisa mungkin tanpa menceritakan cerita yang lebih dalam karena sungguh cerita tentang Aidan adalah tema besar film. Beberapa tokoh yang tak ada di novel dimunculkan, seperti Donny, tetapi tak mengganggu murninya cerita novel.
Tak diragukan lagi karena film ini seperti film Kartini yang memadukan banyak nama besar pemain film bersama, Sembilan dari Sepuluh! O ya, satu lagi, waspadai banyaknya adegan ciuman dalam film ini, bisa didapuk sebagai film Indonesia dengan adegan ciuman terbanyak.
MUSIK- ISYANA SARASVATI- SEKALI LAGI
Inilah pertama kali Isyana Sarasvati mengisi lagu dalam film. Berjudul Sekali Lagi, video musiknya telah dirilis terlebih dahulu pada 5 Mei 2017. Lirik yang ditulis Isyana bisa dianggap mewakili rasa tak termaafkan dari Ale dan Anya.
Isyana Sarasvati berjalan-jalan mengelilingi New York sambil memainkan potongan adegan film. Ingat, ini bukan sekedar lagu pengiring di akhir cerita. Lagu ini memainkan peran penting di tengah-tengah adegan serius pada film Critical Eleven. Pas.
Terkadang kita menghargai apa yang kita telah miliki ketika telah meninggalkan zona nyaman.
- Anya
CATATAN PENULIS
Saya sih cuek menonton film ini sendiri meskipun kategorinya adalah film romansa. Betapa senang di hari perdana, film ini tak sesepi Trinity, Labuan Hati, dan Kartini.
Ada cerita tentang pelengkap film, yakni makanan. Antrian di malam itu cukup ramai oleh muda-mudi, hingga akhirnya tiba pada giliran saya. Seperti biasa dilakukan proses pemesanan tiket. Bagian berikutnya adalah penawaran makanan
Masnya mau paket promo popcorn dan soda seharga Rp23.000 ? Saat itulah saya mulai memikirkan kapan terakhir kali menonton dengan menghibur perut, sepertinya sudah lama sekali.
Saya memang selalu khawatir menonton film dengan membeli makanan karena biasanya harga makanannya hampir sepadan dengan harga tiket. Tetapi demi khasnya menonton film, yaitu memakan popcorn, saya membelinya. Lalu, hadirlah paket tersebut.
Hmmmm, kecewa iya. Saya melihat gambar di layar menyajikan sebungkus popcorn dan gelas soda yang penuh terisi sedangkan yang hadir adalah bungkus popcorn yang ujungnya bisa dilipat dan gelas soda yang terlalu banyak es dibanding sodanya.
Ya sudahlah, memang nasib jangan membeli makanan di bioskop kalau tak mampu. Saya jadi ingat ketika masa remaja dahulu menonton bersama teman-teman di Semarang. Kala itu tak ada aturan seketat sekarang yang memeriksa makanan dari luar ketika memasuki gedung.
Kakak saya dan saya mampir ke tempat gorengan dan membeli gorengan sebanyak Rp20.000,00 untuk dinikmati bersama teman-teman serombongan. Gorenganpun dimasukkan ke tas dan ketika film dimulai, sengggg, semerbak bau gorengan memenuhi ruangan pertunjukkan. Yang saya tahu, itu pasti dari gorengan kami yang masih hangat.
Post a Comment for "Review Film CRITICAL ELEVEN"